Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keselamatan Pada Persimpangan Jalan

Keselamatan-di-Persimpangan-Jalan
Keselamatan di Persimpangan Jalan

Kecelakaan lalu lintas di persimpangan memiliki risiko keparahan yang tinggi akibat kecepatan relatif tabrakan yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merancang persimpangan yang memiliki potensi kecepatan relatif tabrakan yang rendah.

Difinisi Persimpangan

Persimpangan didefinisikan sebagai "pertemuan dua jalan atau lebih yang bersilangan secara sebidang." Persimpangan secara khusus merupakan lokasi berisiko tinggi karena pengguna jalan yang berbeda  (truk, bus, mobil, pejalan kaki, dan pengendara sepeda  motor) menggunakan ruang yang sama, dan tabrakan hanya dapat  dihindari jika mereka menggunakannya pada waktu yang berbeda.

Mengapa persimpangan penting? Karena kecelakaan sering terjadi di persimpangan entah di daerah perkotaan maupun dipedesaan. Dan cenderung lebih banyak terjadi kecelakaan pesimpangan di daerah perkotaan. Perbedaan tingkat kecelakaan antara perkotaan dan pedesaan terjadi karena pada area perkotaan lebih banyak terdapat persimpangan, demikian juga dengan volume lalu lintas yang melaluinya. Volume yang tinggi mengakibatkan paparan yang lebih tinggi sehingga membawa risiko kecelakaan yang lebih besar pula.

Kecelakaan lalu lintas di persimpangan juga memiliki risiko keparahan yang tinggi akibat kecepatan relatif tabrakan yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merancang persimpangan yang memiliki potensi kecepatan relatif tabrakan yang rendah.

Kategori Persimpangan Jalan

Persimpangan dapat dikategorikan dalam empat grup utama :
- Persimpangan Empat Kaki
- Persimpangan T
- Persimpangan Y
- Persimpangan Multi Kaki
Keselamatan-di-Persimpangan-Jalan-01
Keselamatan di Persimpangan Jalan 01

Bentuk kendali utama di persimpangan adalah :
- Tanpa kendali fisik – pergerakan kendaraan diatur berdasarkan tata-cara berlalulintas di belokan atau simpangan;
- Jalan prioritas (major) dengan rambu‘larangan berjalan terus (Berhenti atau Beri Jalan)
- Bundaran
- APILL, dengan  kendali (penuh atau sebagian) untuk lalu lintas yang berbelok kanan.

Tata cara berlalu lintas yang dipahami dengan baik oleh semua pengguna jalan sangat penting bagi terciptanya sebuah sistem lalu lintas yang berkeselamatan dan efisien. Misalnya, kendaraan yang memasuki sebuah persimpangan harus memberi jalan pada kendaraan dari arah kiri. Kendaraan yang berbelok ke kiri memiliki prioritas dibandingkan kendaraan yang berbelok ke kanan.

Kanalisasi digunakan untuk memperbaiki tata letak persimpangan dan membuat pergerakan lalu lintas lebih teratur. Misalnya, dengan memasang pulau pemisah pada pendekat jalan minor akan tercipta ruang untuk memasang duplikat rambu ”larangan berjalan terus (Berhenti atau Beri Jalan)”. Ini membantu memperingatkan pengemudi/pengendara di jalan minor.

Variasi persimpangan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain :
- Kecepatan kendaraan yang menghampiri.
- Jumlah kaki persimpangan.
- Sudut antar kaki persimpangan.
- Jarak pandang kendaraan yang menghampiri.
- Alinyemen.
- Jumlah lajur tambahan.
- Kanalisasi.
- Radius putar.
- Lampu penerangan.
- Lebar lajur dan bahu jalan.
- Jenis kendali persimpangan.

Prinsip Dasar Keselamatan Persimpangan

Apakah kita sedang merancang persimpangan baru atau menyelidiki sebuah persimpangan yang telah menjadi titik rawan kecelakaan, prinsip keselamatan kecelakaan tetap sama,  yakni :
a. Memberikan jarak pandang yang cukup di persimpangan, dan jarak pandang memadai untuk kendaraan yang mendekat atau berhenti di persimpangan;
b. Meminimalkan jumlah titik konflik
c. Mengurangi kecepatan relatif antarkendaraan
d. Mengutamakan pergerakan lalu lintas yang ramai
e. Memisahkan konflik (jarak dan waktu)
f. Mendefiniskan dan meminimalkan wilayah konflik
g. Mendefinisikan pergerakan kendaraan
h. Menentukan kebutuhan ruang milik jalan
i. Mengakomodasi semua pergerakan pengguna jalan (kendaraan dan non-kendaraan)
j. Menyederhanakan persimpangan
k. Meminimalkan tundaan bagi pengguna jalan.

a. Jarak Pandang Yang Memadai

Dua jarak pandang yang penting untuk dipertimbangkan dalam persimpangan adalah :

1. Jarak Pandang Pendekat (JPP)

Kebutuhan pertama yang paling dasar dalam perancangan persimpangan berkeselamatan adalah dengan merancang persimpangan agar pengemudi  yang mendekat dapat mengetahui adanya sebuah persimpangan dan bentuk tata letak persimpangan. Pengemudi perlu cukup waktu untuk mengenali persimpangan itu agar dapat  bereaksi secara benar.

Keselamatan-di-Persimpangan-Jalan-02
Keselamatan di Persimpangan Jalan 02

Setiap pengemudi/pengendara yang menghampiri harus mampu mengenali dan mengerti prioritas yang berlaku di persimpangan. Mereka juga harus dapat melihat dengan jelas lajur yang harus mereka ambil di persimpangan.

JPP hampir mirip dengan Jarak Berhenti yang Berkeselamatan (JBB). JPP diukur dari ketinggian mata pengemudi (1,05 m) ke permukaan jalan (0,0 m), sementara JBB diukur dari ketinggian mata pengemudi (1,05 m) ke titik 0,15 m di atas permukaan jalan. JBB mengasumsikan bahwa seorang 

pengemudi/pengendara harus berhenti tiba-tiba karena ada sebuah objek (kotak, sepeda motor, binatang kecil) dengan tinggi 0,15 m terletak pada jalan di depannya.

Jika JPP tidak dapat terpenuhi, pastikan bahwa JBB dapat terpenuhi untuk seluruh kaki pendekat di persimpangan. Untuk melakukannya, pastikan bahwa ada cukup rambu dan delineator yang cukup di persimpangan, terpasang lebih tinggi dari 0,2 m untuk dapat mendefinisikan persimpangan sedini mungkin

2. Jarak Pandang Berkeselamatan di Persimpangan (JPBP)

Ketika pengemudi berhenti di sebuah persimpangan menunggu untuk menyeberang jalan atau membelok mereka perlu jarak pandang yang cukup terhadap kendaraan yang mendekat dari kaki-kaki persimpangan lainnya untuk dapat melintasi persimpangan dengan selamat.

JPBP adalah jarak minimal yang harus dipenuhi pada jalan utama di semua persimpangan. JPBP diukur sepanjang jalur jalan dari kendaraan yang menghampiri hingga titik konflik, diukur dari ketinggian 1,05 m ke ketinggian 1,05m (dari ketinggian mata pengemudi yang satu keketinggian mata pengemudi lain). JPBP menyediakan suatu jarak yang cukup bagi pengemudi di jalan utama, untuk melihat kendaraan di jalan yang lebih kecil yang sedang melaju menuju titik tabrakan (bahkan mungkin berhenti di tengah persimpangan), dan untuk mengurangi kecepatannya hingga berhenti sebelum mencapai titik tabrakan.

JPBP memberikan jarak pandang yang cukup bagi sebuah kendaraan dari jalan yang lebih kecil untuk melintasi jalan utama dengan selamat.  Jika jalan utama terdiri dari dua jalur,  JPBP memungkinkan pengemudi untuk melakukan penyeberangan dua tahap.

b. Meminimalkan Jumlah Titik Konflik

Titik konflik adalah titik pada persimpangan dimana ruang jalan dibutuhkan secara bersamaan oleh kendaraan dari kaki persimpangan yang berbeda. Semakin banyak titik konflik di sebuah persimpangan, semakin besar risiko terjadi tabrakan.

Ada empat jenis manuver utama di persimpangan yang menimbulkan konflik :
- Diverging-berpencar–kendaraan di belakangnya dipaksa untuk mengurangi kecepatan
- Merging-Bergabung
- Crossing-Berpotongan
- Weaving-Merangkai

Meminimalkan jumlah titik konflik merupakan prasyarat utama bagi persimpangan yang berkeselamatan. Dengan menutup satu kaki simpang, dan menciptakan simpang T, jumlah titik konflik menurun menjadi 6 titik. Persimpangan ini jauh lebih berkeselamatan.

Mengubah simpang empat menjadi bundaran mengurangi jumlah titik konflik hanya menjadi empat. Hal ini juga lebih berkeselamatan.

Namun, itu tidak berarti bahwa kita harus merubah semua simpang empat menjadi bundaran, atau menjadi simpang T. Kita justru harus memikirkansemua cara yang memungkinkan untuk mengurangi titik konflik di persimpangan. Titik konflik dapat dipisahkan atau dihilangkan dengan penambahan lajur pengurang kecepatan, atau dengan merubah alinyemen persimpangan itu.

Yang perlu diingat, di mana terjadi konflik lalu lintas selalu ada risiko tabrakan. Membatasi manuver lalu lintas (dengan memblokir atau menutup persimpangan), akan mengurangi konflik lalu lintas disertai peningkatan keselamatan. Namun demikian, hal tersebut biasanya menimbulkan beban pada jalan akses lokal dan memindahkan potensi tabrakan ke lokasi lain. 

Melakukan hal-hal demikian mungkin tidak akan meningkatkan nilai keselamatan jaringan jalan secara keseluruhan. Sebuah tantangan bagi ahli rekayasa keselamatan jalan adalah menjaga keseimbangan antara pengurangan risiko tabrakan dan kinerja jaringan jalan.

c. Mengurangi Kecepatan Relatif Antar Kendaraan

Kecepatan relatif antar kendaraan merupakan resultan garis vektor yang dihitung berdasarkan kecepatan kendaraan di titik konflik. Keselamatan di persimpangan sangat bergantung pada pencapaian kecepatan relatif yang rendah.

Saat tabrakan terjadi pada kecepatan tinggi (seperti di jalan atar kota), tingkat keparahan sangat tinggi dan umumnya menyebabkan kematian. Melintasi persimpangan harus dilakukan pada atau mendekati sudut 90 derajat agar kesalahan perkiraan pengemudi dapat diminimalkan. 

Namun, hal ini dapat menghasilkan dampak kecepatan yang relatif tinggi. Oleh karena itu, penting untuk mengurangi kecepatan pendekat. Memang tidak mudah, namun dapat dilakukan dengan mengubah alinyemen di pendekat persimpangan, dengan kanalisasi (termasuk bundaran), atau dengan memasang rambu atau APILL. Konflik lain seperti manuver beruntun, bergabung, dan berpencar harus dirancang  untuk kecepatan relatif yang rendah. 

Jika kecepatan relatif dapat dikendalikan, pengemudiakan memperoleh celah antara kendaraan. Cara ini dapat meningkatkan kapasitas, mengurangi tundaan, dan yang paling penting meningkatkan keselamatan. Semua itu adalah sasaran yang diharapkan.

d. Mendahulukan Pergerakan di Jalan Utama

Pengemudi pada jalan utama memiliki prioritas pada persimpangan. Umumnya, hal ini memungkinkan persimpangan untuk dapat memberikan kapasitas maksimal. Namun, tidak semua pemakai jalan mengerti mana yang merupakan jalan utama. Beberapa pengemudi tidak mengenal dengan baik jalan yang dilaluinya dan tidak mengetahui mana jalan utama dan mana jalan yang lebih kecil. 

Terkadang, pergerakan lalu lintas utama berbelok kanan dipersimpangan dan ini menyulitkan pemakai jalan untuk menilai manakaki simpang yang merupakan jalan utama. Mengingat hal tersebut di atas, maka setiap persimpangan perlu dilengkapi dengan rambu petunjuk yang menjelaskan mana yang merupakan jalan utama dan mana yang harus memberi jalan bagi lalu lintas pada jalan utama. 

Rambu ‘larangan berjalan terus (Berhenti atau Beri Jalan)’ digunakan  untuk tujuan ini. Jika rambu ini tidak terpasang pada jalan yang lebih kecil, maka persimpangan dianggap  tanpa kendali. Berdasarkan tata-cara berlalulintas maka kendaraan harus memberi prioritas bagi lalu lintas dari arah kiri.

e. Memisahkan Konflik Menurut Ruang dan Waktu

APILL merupakan alat pengendali lalu lintas yang memisahkan konflik di persimpangan dalam dimensi waktu. Dengan mengatur kendaraan mana yang dapat  masuk persimpangan dan kapan waktunya, potensi konflik dapat dihilangkan, namun hanya jika pengemudi mentaati APILL. 

Beberapa pengemudi dengan sengaja mengabaikan lampu merah (hal ini merupakan masalah penegakkan hukum oleh polisi). Beberapa pengemudi tidak melihat adanya lampu lalu lintas (mungkin karena terhalang pohon, gedung, bayang-bayang, dan penghalang lain). 

Oleh karena itu, kita harus menjamin bahwa APILL di persimpangan terpasang secara mencolok. Bundaran juga merupakan bentuk kendali lalu lintas yang memisahkan konflik dalam dimensi ruang. Tata-cara berlalulintas di sebuah bundaran cukup sederhana–beri jalan kepada lalu lintas yang sudah berada di bundaran, lalu jalan terus.

f. Mendefinisikan dan Meminimalkan Ruang Konflik

Keselamatan maksimal dicapai bila ruang konflik di persimpangan dapat diminimalkan. Cara mencapainya :
- Hanya menyediakan ruang bagi lajur pergerakan kendaraan
- Membentuk persimpangan tegak lurus
- Meminimalkan jumlah lajur dan memberi marka yang jelas

g. Mendefinisikan Lintasan Kendaraan

Pengemudi membutuhkan panduan ketika mereka berada di jalan. Marka jalan digunakan untuk tujuan ini. Tanpa marka jalan, pengemudi dapat keluar dari lintasan yang seharusnya. Saat mendekati sebuah  persimpangan, kebutuhan ini menjadi lebih penting. 

Arah pergerakkan kendaraan bergantung pada jenis persimpangan dan kendali lalu lintas yang disediakan, namun lebih baik mendefinisikan lintasan setiap kendaraan secara jelas. 

Misalnya, membuat garis lajur hingga ke garis tunggu di bundaran atau garis henti di APILL, membuat marka belok kanan untuk memandu pengemudi ketika mereka berbelok di persimpangan bersinyal, memasang garis henti di pendekat persimpangan yang dikendalikan oleh rambu ‘larangan jalan terus (Berhenti atau Beri Jalan). Pada persimpangan yang sangat luas, marka reflektif yang dipasang dengan cermat dapat digunakan untuk mendefinisi lintasan persimpangan kendaraan.

h. Mengendalikan Kecepatan Pendekat

Manajemen kecepatan merupakan tantangan yang mulai mengemuka bagi instansi yang berwenang di Indonesia. Seiring upaya Indonesia dalam menyediakan jaringan jalan yang lebih baik, yang bertujuan mengurangi waktu tempuh kendaraan, akan muncul peningkatan risiko kecelakaan karena kecepatan yang semakin meningkat. 

Pengemudi seharusnya tidak dibiarkan mendekati sebuah persimpangan dengan kecepatan tinggi. Hal ini dapat dicapai melalui kombinasi dari alinyemen, manajemen kecepatan, lebar lajur, dan kendali lalu lintas. Dimulai dengan memastikan bahwa setiap kaki simpang dipasang rambu pembatasan kecepatan secara benar. Hal ini harus menjadi bagian dari strategi manajemen kecepatan nasional. Kemudian, kita harus memastikan bahwa persimpangan benar-benar terlihat jelas bagi pemakai jalan dari semua pendekat. 

Jangan biarkan pengemudi mendekati persimpangan tanpa mengetahui keberadaan simpang tersebut. Kejutan semacam itu merupakan pemicu terjadinya kecelakaan fatal! Gunakan rambu petunjuk dan rambu peringatan untuk memberitahu pemakai jalan akan keberadaan persimpangan.

i. Memberikan Petunjuk Yang Jelas Tentang Prioritas Pergerakan

Secara umum kebutuhan akan kendali lalu lintas di persimpangan meningkat seiring peningkatan arus lalu lintas. Secara khusus, kebutuhan meningkat bila rasio arus pada jalan utama dan arus pada jalan kecil juga meningkat.

Keselamatan di persimpangan akan maksimal jika setiap pengemudi mengetahui dan mematuhi tata-cara berlalu lintas yang berlaku. Di bundaran, setiap pengemudi mengetahui bahwa mereka harus memberi jalan pada lalu lintas yang sudah berada di dalam bundaran, sebelum mereka masuk ke bundaran. Selanjutnya mereka dapat melanjutkan perjalanan dengan lancar melalui bundaran.

Situasi ini dapat terwujud bila seluruh pengemudi berpendidikan dan patuh, adanya penegakkan hukum oleh Polisi, dan ahli teknik yang membangun dan menyediakan kendali lalu lintas yang sesuai dengan  tata-cara berlalu lintas di Indonesia. Keselamatan jalan merupakan bidang yang membutuhkan kerja sama erat di antara beberapa lembaga pemerintah bila ingin efektif.

Sebuah persimpangan harus dapat memfasilitasi pemakai jalanmenyeberang atau berbelok ke jalan lain dengan tundaan yang minimal dan keselamatan yang maksimal. Bentuk dan operasional persimpangan harus jelas dan tidak membingungkan. Persimpangan harus memiliki jarak pandang yang cukup terhadap alat pengendali lalu-lintas atau terhadap pemakai jalan lainnya.

j. Meminimalkan Hazard Sisi Jalan

Hazard sisi jalan didefinisikan sebagai objek tetap yang berdiameter 100 mm atau lebih, berada dalam zona bebas. Hazard sisi jalan dapat berupa  tiang listrik, tiang PJU, pohon, batu, bangunan, halte bus, saluran terbuka, dan lereng tepi jalan (timbunan dan galian) yang tak dapat  dilintasi kendaraan. Pada lokasi persimpangan, arus utama lalu lintas mengalami banyak gangguan yang disebabkan oleh kendaraan dari jalan minor. Arus yang terganggu dapat  menimbulkan resiko kecelakaan kendaraan keluar jalur dan menabrak hazard sisi jalan. 

Selanjutnya, kita dapat menerapkan prinsip manajemen hazard sisi jalan untuk lebih meminimalkan risiko ini :
- Singkirkan pohon sejauh dari persimpangan (hal ini juga akan membantu jarak pandang).

- Hindari membangun saluran terbuka di persimpangan. Gunakan saluran tertutup atau saluran bawah tanah, bukan saluran terbuka.

- Jangan biarkan billboard besar berada  di dekat persimpangan.

- Gunakan tiang PJU yang ‘memaafkan’. Tiang PJU berbahaya dan harus diletakkan di luar zona bebas, atau didesain untuk ‘memaafkan’. Secara detail,tiang PJU yang ‘memaafkan’ akan dijelaskan dalam Panduan 2.

- Meminimalkan pemasangan objek tetap di wilayah persimpangan. Misalnya, pindahkan  patok beton yang umumnya dipasang untuk “melindungi” APILL tertabrak oleh kendaraan. Pengemudi sepeda motor yang lepas kendali akan memiliki resiko keparahan tinggi bila menabrak objek tersebut.

k. Memfasilitasi Seluruh Pergerakan Kendaraan Dan Non Kendaraan

Banyak persimpangan yang tumbuh menjadi pusat kegiatan orang-orang berkerumun di sana untuk menunggu bis, taksi, becak, atau ojek. Ketika hal ini terjadi, orang yang melihat peluang bisnis mulai memasang kios dan menjual makanan atau barang-barang lainnya. 

Tak lama kemudian, jalur pejalan kaki akan penuh sesak oleh pedagang liar dan pejalan kaki. Bus berhenti dimanapun mereka dapat berhenti, terkadang menciptakan kemacetan lalu lintas yang parah dan cenderung mengakibatkan risiko serius tabrakbelakang. Persimpangan yang semula didesain cukup lebar, dengan cepat akan menjadi sangat padat dan tidak teratur.

Hal tersebut perlu dipikirkan dalam perencanaan. Pendudukan ruang secara liar di persimpangan tidak boleh dibiarkan dan pemerintah daerah/kota harus terus Hal tersebut perlu dipikirkan dalam perencanaan. Pendudukan ruang secara liar di persimpangan tidak boleh dibiarkan dan pemerintah daerah/kota harus terus berupaya  menjaga agar persimpangan terbebas dari pendudukan secara liar.

Ahli teknik dapat berperan dalam mencegah hal tersebut.Buatlah desain rencana halte di lokasi yang agak jauh dari persimpangan untuk mengakomodasi penumpang yang naik/turun. Buatlah lajur khusus (lay by) untuk bus menaikkan/menurunkan penumpang. Buatlah trotoar yang cukup lebar dan sediakan ruang untuk mengakomodasi warung dan gerobak tanpa harusmengokupansi trotoar sehingga memaksa pejalan kaki berjalan di badan jalan.

Jangan meletakkan pot beton di tengah trotoar, jagalah agar jalur pejalan kaki cukup lebar, rata dan tanpa halangan.Turunkan tinggi kerb pada setiap titik penyeberangan pejalan kaki. Berikan bukaan kecil pada median untuk menunjukkan arah yang jelas bagi pejalan kaki. Pastikan bahwa ada jalur bebas yang menerus di seluruh persimpangan.

l. Mengurangi Beban Pengemudi

Buatlah persimpangan sesederhana mungkin. Biarkan seluruh kaki simpang terbuka, pastikan bahwa terdapat marka garis yang membantu pengemudi berkendara pada lintasannya, dan pastikan bahwa rambu serta pengendali lalu lintas terpasang dengan benar dan terlihat jelas.

m. Minimalkan Tundaan

Perlu diupayakan untuk meminimalkan tundaan pengguna jalan. Jika pengemudi merasa bahwa tundaanyang dialami mereka tidak terlalu besar, sangat kecil kemungkinannya mereka melanggar lampu lalu lintas.

Untuk meminimalkan tundaan, perlu dipelajari dengan seksama volume lalu lintas di masing-masing pendekat. Hitung besarnya tundaan dengan menggunakan berbagai alternatif pengaturan simpang. Beberapa persimpangan membutuhkan lajur tambahan jika dipasang APILL, untuk menampung kendaraan pada saat lampu merah.

Kesimpulan

Kecelakaan sering terjadi di persimpangan entah di daerah perkotaan maupun dipedesaan. Upaya meningkatkan keselamatan di persimpangan harus selalu diperhatikan untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas secara signifikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merancang persimpangan yang memiliki potensi kecepatan relatif tabrakan yang rendah.

Post a Comment for "Keselamatan Pada Persimpangan Jalan"