Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aspek Keselamatan Desain Geometri Jalan

Aspek-Keselamatan-Desain-Geometri-Jalan
Aspek Keselamatan Desain Geometri Jalan

Perencanaan geometri jalan yang berkeselamatan adalah sebuah bidang terperinci yang meliputi pemikiran dalam tiga dimensi di daerah alami sehingga kebutuhan pemakai jalan terpenuhi dengan berkeselamatan.

Ada sejumlah panduan teknis untuk digunakan oleh perencana jalan, banyak di antaranya mencakup sejumlah besar persamaan, grafik, dan tabel. Tujuannya untuk memberikan garis besar secara singkat, bagaimana dan mengapa beberapa aspek perancangan geometri sangat penting dalam rekayasa keselamatan jalan. 

Ketika sedang mengadakan audit keselamatan jalan atau investigasi lokasi rawan kecelakaan (blackspot), diperlukan pemahaman beberapa prinsip dasar keselamatan yang terkait dengan perencanaan geometris jalan. Dibutuhkan juga diskusi mengenai masalah geometris dengan perancang dan adakalanya perlu pengambilan keputusan kapan sebuah desain positif membutuhkan bantuan keselamatan jalannya atau hanya sekadar mengikuti praktik yang kuno yang tidak berkeselamatan.

Standar Perencanaan Geometri Jalan

Standar perencanaan geometri jalan mengarah pada tiga sasaran utama :
a. Membantu mempertahankan tingkat keseragaman dan konsistensi di jalan, khususnya jalan yang melewati batas administratif.

b. Membantu menjamin bahwa desain jalan yang dihasilkan memuaskan, bahkan dalam yurisdiksi yang kurang berpengalaman dalam perancangan jalan.

c. Menghindari desain yang berlebihan, dan menjamin bahwa dana dua poin pertama khususnya berpengaruh langsung pada keselamatan jalan; keduanya adalah alasan mengapa standar perancangan geometri harus diikuti.

Unsur Dasar Dari Perancangan Geometri Jalan

Ada lima unsur dasar dari perancangan geometri yang berdampak pada keselamatan, yaitu :
1. Kecepatan rencana
2. Potongan melintang (termasuk drainase, median, bahu jalan yang diaspal)
3. Jarak pandang
4. Alinyemen horizontal (termasuk superelevasi)
5. Alinyemen vertikal

1. Kecepatan Rencana

Salah satu pertimbangan pertama seorang auditor adalah menilai kecepatan dalam usulan jalan baru. Apakah realistis? Di Indonesia, jalan di pedesaan/luar kota secara khusus dirancang  dengan  kecepatan desain 60–80 km/jam, dan jalan perkotaan dan sedikit jalan perdesaan/luar kota dirancang dengan kecepatan desain 40–60 km/jam.

Kecepatan desain bukanlah batas kecepatan untuk sebuah jalan. Sementara kedua kecepatan tersebut harus berdekatan nilainya, banyak jalan yang memiliki kecepatan desain 10 km/jam atau 20 km/jam di atas batas kecepatan. Cara itu biasa dilakukan dengan alasan keselamatan–untuk membangun sebuah “batas untuk kesalahan”. Namun, banyak perancang jalan yang berpengalaman saat ini meragukan teori tersebut karena membuat jalan yang lebih mahal (tikungan lebih lebar, lebih banyak lahan diperlukan) dan mendorong beberapa pengemudi/pengendara untuk melewati batas kecepatan)

Kecepatan rencana untuk jalan baru (atau alinyemen  ulang jalan) harus bergantung pada hirarki, kepadatan lalu lintas, dan gradien jalan. Dapat juga bergantung pada alinyemen eksisting dan jarak jalan dengan  objek tetap  (seperti jembatan, bangunan, pohon besar atau tiang listrik tegangan tinggi). Jika tidak mungkin untuk re-alinyemen jembatan atau menyingkirkan  pohon, adakalanya  perancang menerima  kecepatan desain desain lebih rendah  untuk meminimalkan radius tikungan dan keperluan geometris lain.

Dengan cara ini, kecepatan memengaruhi beberapa parameter seperti jarak pandang. Jika jarak pandang berkurang terlalu jauh karena dipakainya kecepatan desain yang terlalu  rendah, auditor harus memikirkan lebih jauh semua kemungkinan konsekuensinya terhadap keselamatan jalan.

Titik awal pemeriksaan keselamatan jalan dalam situasi demikian adalah memastikan bahwa pengemudi/pengendara akan diberikan lingkungan yang cukup konsisten kecepatannya. Frekuensi perubahan kecepatan desain yang terlalu sering tidak baik untuk kewaspadaan pengemudi/pengendara.

Faktor berikutnya adalah memeriksa apakah kecepatan desain yang dipakai tidak terlalu rendah. Desain jalan yang baik dicapai jika kecepatan desain sama dengan  kecepatan operasional/aktual. Indikator kecepatan desain yang memadai didapatkan dengan mengukur  85 persentil kecepatan yang ada, saat lalu lintas lancar. (85 persentil kecepatan adalah kecepatan yang sama atau di bawah kecepatan yang digunakan oleh 85% lalu lintas yang melintas).

2. Potongan Melintang

Potongan melintang jalan adalah potongan dari jalan yang berasal dari sudut kanan menuju ke arah jalan. Termasuk di dalamnya bahu jalan, lajur, dan median (jika ada).

Secara ideal, semua potongan melintang jalan harus mencakup bahu jalan lebar yang diaspal, konsisten, sejumlah besar lajur lebar, dan sebuah median tengah yang lebar. Semua drainase harus berada di bawah tanah dan tidak boleh ada hazard sisi jalan (seperti tiang atau pohon yang kaku) di dalam zona bebas

Bagaimanapun, jalan memerlukan lahan, dan jalan yang lebih lebar mengambil lahan lebih luas. Oleh karena itu, kompromi biasanya diambil untuk mempertahankan fungsi utama jalan dan untuk menjamin operasi yang berkeselamatan, sambil mengatasi kendala lingkungan dan biaya.

Bahu Jalan Diaspal dan Diperkeras Beton Baik Untuk Keselamatan

Bahu jalan diaspal dan diperkeras beton memberikan sebuah area pemulihan awal bagi kendaraan apa pun yang kehilangan kendali dan mulai meninggalkan jalan. Dengan cara ini, bahu jalan diaspal dan diperkeras beton dapat mengurangi tabrakan “keluar jalan” dan juga tabrakan “depan-depan”. Bahu jalan diaspal dan diperkeras beton baik untuk keselamatan. Bahu jalan diaspal dan diperkeras beton juga memberi beragam manfaat lain, termasuk :

a. Tempat untuk kendaraan yang harus berhenti dengan jarak yang aman dari lajur lalu lintas.

b. Akses atau tempat parkir kendaraan darurat atau pemeliharaan.

c. Dukungan lateral bagi perkerasan dan membantu pemeliharaan sublandasan.

Tindakan yang harus dilakukan jika pengemudi/ pengendara menggunakan bahu jalan yang diaspal sebagai lajur tambahan adalah amati kemungkinan masalah keselamatan. Jika hanya pengendara motor yang memakainya, ini mungkin baik untuk keselamatan.

Sehingga memberi mereka tempat yang bebas dari kendaraan lebih besar. Itu memang bukan “lajur” mereka, namun jika mereka menggunakannya dengan bijak dan mewaspadai pejalan kaki di bahu jalan, mungkin opsi ini berkeselamatan bagi mereka.

Drainase

Untuk mengeringkan jalan, normal untuk menyediakan kemiringan melintang 2,0% pada jalan. Namun, di area dengan curah hujan tinggi, kemiringan melintang dapat ditambah menjadi 2,5% untuk mengeringkan jalan lebih cepat. Ini membantu mengurangi risiko mengapung (di mana roda kendaraan tidak menyentuh jalan karena lapisan tipis air di antara roda dan permukaan jalan). Mengapung berbahaya karena pada saat itu pengemudi/pengendara tidak dapat mengendalikan rem maupun setir.

Drainase memanjang mengambil air yang melimpah ke jalan dan mengalihkannya ke dalam jaringan drainase. Penggunaan luas drainase sisi jalan yang terbuka menciptakan salah satu hazard sisi jalan yang paling umum di Indonesia. Drainase ini menimbulkan risiko besar khususnya bagi pengendara motor dan pengendara mobil kecil.

Drainase terbuka harus dihindari dalam proyek jalan baru dan harus dihilangkan secara bertahap (ditutupi atau dipindahkan) di jalan yang ada. Jika kita mengaudit sebuah usulan jalan baru, pastikan bahwa tidak ada drainase terbuka yang diusulkan di dalam zona bebas. Jika kita menyelidiki titik rawan kecelakaan yang melibatkan drainase, upayakan menutupi drainase itu.

3. Jarak pandang

Tujuan utama dari perencanaan jalan adalah menjamin bahwa pengemudi/pengendara, saat melaju dalam kecepatan rancana atau dibawah kecepatan rencana, mampu melihat potensi bahaya di jalan dalam waku yang cukup untuk mengambil tindakan menghindar. Manusia membutuhkan waktu untuk bereaksi dan membutuhkan jarak untuk mengambil tindakan menghindar. Semakin cepat mereka melaju saat melihat objek berbahaya pertama kali, semakin besar jarak berhenti yang dibutuhkan. Di sinilah konsep jarak pandang penting bagi keselamatan jalan.

Konsep ini didasarkan pada sejumlah asumsi tentang objek berbahaya, waktu reaksi, dan perilaku pengemudi/pengendara yang bersangkutan.

Objek berbahaya dianggap cukup besar dan berada dalam jarak pandang pengemudi sehingga pengemudi/pengendara mengambil tindakan menghindar. Objek berbahaya pada umumnya adalah  lubang besar, binatang, kendaraan mendahului, kendaraan masuk, pejalan kaki, dan lain- lain.

Saat menentukan jarak pandang, beberapa elemen di bawah ini diasumsikan sebagai berikut :

a. Tinggi objek–diasumsikan 0,0m (untuk melihat marka diperkerasan), 0,2m (untuk melihat objek kecil dijalan) atau 0,6m (untuk melihat lampu belakang kendaraan), bergantung pada jarak pandang terkait.

b. Tinggi mata pengemudi/pengendara–diasumsikan

c. 1.05 m untuk motor dan 2.4 m untuk truk.

d. Waktu reaksi pengemudi/pengendara–2 detik untuk pengemudi/pengendara rata-rata yang tidak diberi peringatan.

Dengan mengetahui kecepatan operasional dan menggunakan waktu reaksi 2 detik, jarak pandang yang diperlukan dapat ditentukan. Ingat bahwa seleksi nilai ekstrim untuk semua parameter tidak memadai, karena kemungkinan semua faktor terjadi bersamaan sangat rendah dan hasil desainnya akan jadi tidak praktis.

Jarak pandang yang paling penting untuk keselamatan di persimpangan adalah :
a. Jarak Pandang Pendekat (Approach Sight Distance atau JPP)

b. Jarak Pandang Berkeselamatan di Persimpangan (Safe Intersection Sight Distance atau JPBP)

Syarat mendasar desain persimpangan yang berkeselamatan adalah pengemudi/pengendara yang mendekat harus dapat mengenali kehadiran sebuah persimpangan dan tata ruangnya, dan sempat bereaksi dengan tepat. Pengemudi/pengendara yang mendekat juga harus mampu memahami prioritas jalan dan melihat dengan jelas jalur mereka pada persimpangan.

Disinilah dibutuhkan Jarak Pandang Pendekat yang membantu mengurangi risiko pengemudi/pengendara “kebablasan” di persimpangan karena tidak tahu ada persimpangan.

Dua jarak pandang yang paling penting untuk lokasi setengah blok adalah :
1. Jarak Pandang Henti (Stopping Sight Distance atau Jh)
2. Jarak Pandang Mendahului (Overtaking Sight Distance atau Jd)

1. Jarak Pandang Henti

Jarak Pandang Henti adalah jarak yang dibutuhkan untuk memungkinkan pengemudi dan pengendara yang berjalan dalam kecepatan diatas perkerasan basah, untuk merasakan, bereaksi, dan menginjak rem untuk berhenti sebelum mencapai objek berbahaya didepannya. Jarak pandang ini dianggap sebagai jarak minimum yang harus tersedia bagi pengemudi atau pengendara.

Untuk meningkatkan keselamatan dilokasi yang memiliki jarak pandang dibawah Jh, ada beberapa pilihan :
a. Meningkatkan garis pandang dengan mengurangi tikungan vertikal.

b. Meningkatkan garis pandang melintasi tikungan horizontal–dengan memangkas tanaman dibagian dalam tikungan, atau menghilangkan bangunan liar atau struktur ilegal, atau juga menambah radius tikungan.

c. Mengurangi kecepatan operasional–dengan rambu batas kecepatan yang tepat dan penegakan aturan oleh Polisi.

d. Meningkatkan sifat antiselip perkerasan sehingga kendaraanakan berhenti dalam suatu jarak yang lebih dekat.

2. Jarak Pandang Mendahului

Jarak Pandang Mendahului (Overtaking Sight Distance atau Jd) adalah jarak yang dibutuhkan bagi seorang pengemudi/pengendara untuk mendahului dengan selamat sebuah kendaraan yang lebih lambat tanpa mengganggu laju kendaraan yang menghampiri. Jarak ini diukur dari/antara mata pengemudi atau pengendara yang mendahului dan kendaraan yang menghampiri.

Jarak Pandang Mendahului hanya diperhitungkan pada jalan dua lajur dua arah. Dijalan ini, mendahului kendaraan yang lebih lambat hanya mungkin saat ada rongga yang memadai dalam lalu lintas yang menghampiri disertai dengan jarak pandang yang cukup dan marka garis yang memadai.

Potongan jalan dengan jarak pandang mendahului memadai harus disediakan sebanyak mungkin. Kesempatan mendahului yang baik adalah langkah keselamatan penting untuk mengurangi risiko dan frustrasi pengemudi/pengendara. Frekuensi kesempatan mendahului yang diharapkan berkaitan dengan kecepatan operasional, volume dan komposisi lalulintas, biaya lahan dan konstruksi.

4. Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal sebuah jalan adalah alinyemen pada bidang horizontal. Faktor paling signifikan untuk mempertimbangkan keselamatan dalam alinyemen horizontal adalah radius tikungan horizontal dan juga superelevasi yang menujuke dalam dan keluar setiap tikungan.

Aspek-Keselamatan-Desain-Geometri-Jalan-01
Aspek Keselamatan Desain Geometri Jalan 01

Tikungan dengan radius lebih besar umumnya memberikan jarak pandang yang lebih besar– pengemudi/pengendara dapat melihat melalui tikungan dan membuat keputusan berkeselamatan lebih dini. Namun, manfaat keselamatan ini dapat hilang jika tumbuhan dibiarkan tumbuh disisi jalan dan dibiarkan memotong garis pandang.

Tikungan dengan radius yang lebihpendek akan membatasi garis pandang dan biasanya membatasi pengemudi serta pengendara yang rasional untuk menurunkan kecepatan. Namun, jika muncul kecepatan tinggi yang tidak realistis, mungkin perlu diterapkan manajemen kecepatan tambahan (batas kecepatan dan penegakan hukum).

Superelevasi

Superelevasi adalah gradien jalan pada perkerasan melengkung yang dirancang untuk menambah gaya yang membantu kendaraan menjaga pergerakan melingkar. Saat kendaraan melewati lengkung horizonal dalam suatu kecepatan, kendaraan menghasilkan gaya menyamping yang cenderung mengarahkannya kelingkar luar lengkungan. Untuk melawan efek ini, perkerasan jalan di “naikkan” pada tepi lingkar luar jalur berkendara.

Perancangan superelevasi harus berdasarkan beberapa pertimbangan :
a. Kecepatan operasional (85 persentil kecepatan).

b. Kecenderungan kendaraan yang bergerak sangat lambat kearah pusat dan keseimbangan kendaraan itu.

c. Perbedaan antara tingkat formasi didalam dan diluar, dan panjang yang tersedia untuk mengimplementasi superelevasi yang diperlukan.

Superelevasi pada dasarnya dibutuhkan untuk keselamatan, namun faktor lain, seperti kenyamanan dan penampilan juga relevan.

Superelevasi penting untuk keselamatan, namun perlu berhati-hati supaya superelevasi yang disediakan tidak berlebihan untuk lokasi itu.

Jika tikungan banyak dilalui truk berat bermuatan penuh yang bergerak dengan kecepatan rendah, perancang jalan harus sangat berhati-hati supaya tidak menyebabkan truk terbalik karena superelevasi berlebihan.

5. Alinyemen vertikal

Efek Tinggi Tanjakan

Pada umumnya, tanjakan harus selandai mungkin, konsisten dengan persyaratan ekonomi dan kemiringan memanjang drainase. Tanjakan yang landai memungkinkan semua kendaraan berjalan dengan kecepatan yang sama. Tanjakan yang lebih terjal menghasilkan perbedaan kecepatan antar kendaraan dengan beragam rasio daya terhadap berat.

Variasi kecepatan ini :
a. Menyebabkan perbedaan kecepatan relatif yang lebih tinggi antar kendaraan, meningkatkan risiko tabrakan depan-belakang, dan;

b. Mengakibatkan peningkatan antrean dan kebutuhan mendahului, yang menambah masalah keselamatan, khususnya pada volume lalulintas yang lebih tinggi.

c. Menambah biaya angkutan karena kecepatan rendah kendaraan yang lebih berat.

Tikungan Vertikal

Tikungan vertikal yang curam berdampak langsung dan kuat pada kecepatan kendaraan yang membawa muatan berlebihan, seperti truk dan bus.

Potongan tanjakan yang terjal terkenal sebagai lokasi tabrakan “bergulir-mundur” saat truk kehilangan daya dan remnya gagal mencegahnya terguling kebelakang. Potongan turunan curam telah menjadi lokasi truk kehilangan kemampuan remnya karena terlalu panas, atau tabrakan “keluar-jalan” karena kecepatan yang berlebihan.

Truk kelebihan muatan adalah salah satu masalah keselamatan jalan yang berkaitan dengan kendaraan yang paling signifikan di Indonesia sekarang ini.

Muatan berlebihan bertanggung jawab langsung atas banyak kecelakaan fatal, juga merusak jalan dan membuat kendaraan lebih cepat rusak.

Menyelaraskan Alinyemen Horizontal dan Vertikal

Alinyemen horizontal dan vertikal disebuah jalan harus diselaraskan untuk menghin dari jarak pandang terputus yang tidak memadai dan ilusi “putus-sambung” dilengkungan belokan.

Perancang jalan mencoba mencapai keselarasan dengan membuat semua titik, tempat tikungan horizontal dan vertikal berubah, bersinggungan satu sama lain. Jika itu tidak memungkinkan dan tikungan tidak dapat dipisahkan sepenuhnya, tikungan vertikal harus ditampung secara keseluruhan didalam, atau secara keseluruhan diluar tikungan horizontal.

Ditempat tikungan dimungkinkan untuk bertumpang tindih, ilusi optikal yang dihasilkan dapat merusak penampilan jalan dan dapat memicu tabrakan jalan.

Kesimpulan

Perencanaan geometri jalan yang berkeselamatan adalah sebuah bidang terperinci yang meliputi pemikiran dalam tiga dimensi di daerah alami sehingga kebutuhan pemakai jalan terpenuhi dengan berkeselamatan.

Pemenuhan lima unsur dasar dari perancangan geometri jalan juga menjadi prioritas dalam mewujudkan jalan yang berkeselamatan, sehingga diharapkan dapat mengurangi angka kecelakaan.

Post a Comment for "Aspek Keselamatan Desain Geometri Jalan"